Selasa, 29 Desember 2015

Jurnal Motivasi




TUGAS
REVIEW JURNAL MOTIVASI

Psikologi Manajemen

Dosen Pengampu
Ade Irma Suryani


Disusun Oleh Kelompok Melati

Ade Nurul Oktaviana (10513148)
Jojor Lamria (14513665)
Mariska Wisnu Dwipratiwi (15513298)
Widya Anissa Wiranti (19513264)
Yulia Wirantri Farhani (19513549)

Kelas
3PA02





REVIEW JURNAL

Judul Jurnal                           : Pengaruh  Motivasi Kerja Karyawan Wilayah Telkom Jawa Barat utara                                                    (witel bekasi)
Jurnal                                      : Jurnal Manajemen dan Organisasi
Volume & Halaman               : Vol V, No 3
Tahun                                     : 2014
Penulis                                    : Sindi Larasati dan Alini Gilang




I. Latar Belakang

Sumber daya manusia (SDM) memiliki peran penting sebagai potensi penggerak seluruh aktivitas perusahaan. Setiap perusahaan harus bisa menjaga, memelihara dan meningkatkan kualitas kinerja SDM yang dimiliki. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatkan kualitas kinerja adalah dengan memberikan perhatian berupa motivasi kerja kepada karyawannya.
Dengan memiliki SDM yang unggul, perusahaan akan lebih mudah bersaing dalam dunia bisnis saat ini yang sudah mulai memasuki era globalisasi. Pada era globalisasi ini persaingan bisnis akan semakin ketat, karena tidak hanya bersaing dengan produk lokal saja tetapi juga dengan produk mancanegara yang diimpor ke dalam negeri. Persaingan bisnis ini juga berpengaruh pada industri telekomunikasi
PT. Telkom Indonesia, Tbk sebagai perusahaan penyelenggara layanan telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia memiliki produk dan layanan yang beragam dan berhasil menguasai pangsa pasar sebesar 42%. PT. Telkom Indonesia, Tbk dibagi menjadi dua, yaitu Divisi Telkom Barat dan Divisi Telkom Timur. Wilayah Telkom Jabar Barat Utara atau Witel Bekasi merupakan salah satu wilayah di Divisi Telkom Barat yang berlokasi di Jalan Rawa Tembaga No. 4 Bekasi.
Witel Bekasi bergerak di bidang operasional Telkom seperti pemasaran produk atau layanan, penanganan keluhan, perbaikan produk atau layanan dan sebagainya .Untuk mencapai target perusahaan maka perusahaan harus meningkatkan kualitas kinerja karyawannya sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.


II. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengkaji dan menganalisis motivasi kerja (kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan kekuasaan) karyawan Witel Bekasi; 2) Mengkaji dan menganalisis kinerja karyawan Witel Bekasi; 3) Mengkaji dan menganalisis pengaruh motivasi kerja (kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan kekuasaan) terhadap kinerja karyawan Witel Bekasi secara simultan dan parsial dan 4) Mengkaji dan menganalisis seberapa besar pengaruh motivasi kerja (kebutuhan prestasi, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan kekuasaan) terhadap kinerja karyawan Witel Bekasi secara simultan dan parsial.


III. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan kausal. Pada penelitian deskriptif akan dideskripsikan bagaimana motivasi kerja dan kinerja karyawan di Witel Bekasi. Penelitian ini juga menggunakan metode kausal karena satu dari empat rumusan masalah pada penelitian ini menanyakan hubungan sebab akibat antar dua variabel. Pada penelitian kausal akan menguji bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di Witel Bekasi
Variabel Operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel Motivasi Kerja (X) berdasarkan Teori Motivasi McClelland sebagaimana dikutip olehMangkunegara (2007).

a. Kebutuhan Prestasi (X1) :
1) Inovasi
2) Kreativitas
3) Umpan Balik
4) Tantangan
5) Semangat Kerja

b. Kebutuhan Afiliasi (X2):
1) Sosialisasi
2) Hubungan Antar Pribadi
3) Persahabatan

c. Kebutuhan Kekuasaan (X3):
1) Kompetisi
2) Wewenang
3) Kedudukan

2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel Kinerja Karyawan (Y) berdasarkan konsep Wirawan (2009).

a. Hasil Kerja
b. Perilaku Kerja
c. Sifat Pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan di Witel Bekasi sebanyak 284 orang, yang dikategorikan berdasarkan posisi atau jabatan yaitu posisi atau jabatan General Manager, Manager, Assistant Manager, Senior Supervisor, Supervisor, dan Staff.



IV. HASIL PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien determinasi adalah sebesar 55.1%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh variabel Kebutuhan Prestasi, Kebutuhan Afiliasi dan Kebutuhan Kekuasaan terhadap variabel Kinerja Karyawan adalah sebesar 55.1%, sedangkan sisanya 44.9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.



V. KESIMPULAN

Variabel motivasi kerja pada penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu Kebutuhan Prestasi (X1), Kebutuhan Afiliasi (X2) dan Kebutuhan Kekuasaan (X3). Berdasarkan hasil penelitian, variabel motivasi kerja secara simultan dan parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Witel Bekasi. Variabel kebutuhan afiliasi memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kinerja yang dihasilkan oleh karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin besar motivasi akan kebutuhan afiliasi yang terpenuhi maka akan semakin besar pula kualitas kinerja yag dihasilkan oleh karyawan Witel Bekasi 

Selasa, 10 November 2015

PSIKOLOGI MANAJEMEN : ANALISIS FILM LEADERSHIP "A BUG'S LIFE"




Review film dan Analisis  A Bug’s Life
Psikologi Manajemen

Dosen Pengampu
Ade Irma Suryani



Disusun Oleh Kelompok Melati

Ade Nurul Oktaviana (10513148)
Jojor Lamria (14513665)
Mariska Wisnu Dwipratiwi (15513298)
Widya Anissa Wiranti (19513264)
Yulia Wirantri Farhani (19513549)

Kelas
3PA02

            Review dan Analisis Film A Bug’s Life

            Penduduk negeri semut selalu mencari makan secara bergotong royong. Tetapi, makanan yang dikumpulkan dengan susah payah ini, sering dijarah oleh gerombolan belalang yang dipimpin Hopper. Karena kecil dan lemah, mereka juga ditindas dan dipaksa menyediakan makanan untuk para belalang tamak tersebut.Salah seorang warga semut bernama Flik suatu hari membuat bencana ketika secara tidak sengaja ia membuang makanan yang seharusnya disediakan untuk para belalang tersebut. Flik kemudian pergi mencari serangga-serangga buas untuk melawan Hopper. Tapi yang dibawa pulang Flik hanyalah kutu-kutu pemain sirkus yang dikira prajurit perang. Sehingga Flik terpaksa menipu seluruh masyarakat semut untuk meyakinkan bahwa serangga yang dibawa Flik adalah serangga prajurit.
            Lalu, Flik punya ide baru yaitu membuat burung tiruan untuk menakut-nakuti gerombolan belalang. Namun setelah burung tersebut jadi, rencana itu sempat gagal karena P.T.Flea, si pemimpin sirkus tiba-tiba datang. Masyarakat semut marah besar setelah tahu hal tersebut. Flik dan kutu-kutu itu pun diusir. Kemudian para semut terpaksa melanjutkan pengumpulan makanan untuk belalang. Sayangnya, daun terakhir telah gugur, dan Hopper kembali ke negeri semut bersama dengan pasukkannya. Hopper marah karena melihat sedikitnya jumlah makanan, dan mengancam akan membunuh ratu semut.
            Atas permintaan Putri Dot, Flik kembali lagi ke negeri asalnya. Flik bersama serangga sirkus panggilannya pun meneruskan atraksi burung tiruan itu. Ketika diterbangkan, gerombolan belalang itu lari kocar-kacir ketakutan. Namun, masalah terjadi karena burung tiruan itu jatuh setelah dibakar oleh P.T. Flea yang mengira burung tersebut sungguhan. Hopper pun sadar bahwa dirinya telah dibohongi. Hopper pun bertambah marah. Flik spun memberanikan diri untuk menantang Hopper. Keberanian Flik ternyata menyadarkan masyarakat semut untuk bersatu melawan gerombolan belalang.
            Para gerombolan belalang pun kabur, dan Hopper digiring ke meriam. Kemudian, hujan pun turun, dan salah seekor kumbang terjatuh terkena tetesan air hujan, dan jatuh tepat pada pemicu yang menyebabkan Hopper terlepas dan langsung menyambar Flik, Dengan cerdik, Flik bersama dengan Putri Atta memancing Hopper ke arah sarang burung. Hopper yang sedang marah pun tak sadar didekatnya ada burung yang siap menyantapnya. Hopper pun habis dimakan burung.

ANALISIS
Teori Rensis Likert (System IV)

Likert (dalam Chitrawanty, 2014) menyatakan bahwa umumnya seorang pemimpin menggunakan empat gaya komunikasi, yaitu :

1.      System I (Authoritarian)
Pemimpin System I ini bersifat task oriented, sangat terstruktur, dan otoriter. Hubungan interpersonal tidaklah begitu penting. Pemimpin System I memiliki tingkat kepercayaan yang sangat kecil terhadap bawahannya dan tidak melibatkan mereka di dalam pengambilan keputusan. Bawahan bekerja dengan iklim yang terintimidasi dan rasa takut. Komunikasi hanya berjalan dari atasan kebawahan saja mengikuti rantai kepemerintahan.
Dalam film a bug life sifat pemimpin system I ditunjukan dengan karakter Hopper. Hopper adalah pemimpin gerombolan belalang yang sering menjarah makanan yang dikumpulkan penduduk negeri semut secara bergotong royong. Karena kecil dan lemah, mereka juga ditindas dan dipaksa menyediakan makanan untuk para belalang tamak tersebut.

2.      System II (Controlling)
Pemimpin System II bersifat task oriented, namun juga mengontrol organisasi
atau unit di dalamnya, bersifat sedikit otoriter. Pemimpin merendahkan bawahan dan walaupun tidak terlalu ketat, ia juga memiliki ketidakpercayaan kepada bawahannya. Bawahan memiliki izin untuk berpendapat pada saat pengambilan keputusan, namun permasalahan organisasi diselesaikan seluruhnya oleh jajaran atas perusahan. Meskipun sebagian besar arus komunikasinya dari atasan kepada bawahan, tetapi beberapa interaksi masih terlihat langsung antara jajaran atas perusahaan dan jajaran bawah perusahaan.
Dalam film a bugs life flik mempunyai ide untuk mengusir belalang dengan membuat burung tiruan dengan menggunakan ranting dan dedaunan, rencana itu sempat gagal karena P.T.Flea yang tba-tiba datang, dan semua masyarakat semut mengusir flik dan para kutu-kutu sirkus , Kemudian para semut terpaksa melanjutkan pengumpulan makanan untuk belalang. Sayangnya, daun terakhir telah gugur, dan Hopper kembali ke negeri semut bersama dengan pasukkannya. Hopper marah karena melihat sedikitnya jumlah makanan, dan mengancam akan membunuh ratu semut.


3.      System III (Collaborative)
Pemimpin System III secara terbuka menempatkan keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya. Seorang atasan mengontrol bawahan melalui negosiasi dan kolaborasi. Bawahan memiliki hak untuk berpendapat dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut persoalan kerja mereka. Arus komunikasi mengalir secara relatif dua arah, yaitu dari atasan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan dalam hierarki organisasi. 
Dalam film a bugs life Atas permintaan Putri Dot, Flik kembali lagi ke negeri asalnya. Flik bersama serangga sirkus panggilannya pun meneruskan atraksi burung tiruan itu. Ketika diterbangkan, gerombolan belalang itu lari kocar-kacir ketakutan. Namun, masalah terjadi karena burung tiruan itu jatuh setelah dibakar oleh P.T. Flea yang mengira burung tersebut sungguhan. Hopper pun sadar bahwa dirinya telah dibohongi. Hopper pun bertambah marah. Flik spun memberanikan diri untuk menantang Hopper. Keberanian Flik ternyata menyadarkan masyarakat semut untuk bersatu melawan gerombolan belalang.

     
4.      System IV (Nurturing)
Pemimpin System IV berkonsentasi pada hubungan baik dengan atasan sekaligus bawahan mereka. Mereka memelihara keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya serta memberi mereka motivasi dan semangat dalam proses pengambilan keputusan di seluruh jajaran perusahaan. Pemimpin System IV tidak menggunakan rasa takut, intimidasi, dan ancaman. Motivasi para pekerja dihasilkan dari partisipasi mereka dalam mencapai target organisasi. Proses pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya bersifat bebas dan sangat terbuka baik dari atasan ,bawahan, juga keduanya.
Dalam film a bug’s life, teori kepemimpinan ini di terapkan oleh Putri Dot, dimana ia memberi motivasi kepada para rakyat semut untuk bersama-sama melawan belalang demi kesejahteraan mereka. Selain memerintah rakyatnya, Putri Dot juga ikut serta terjun bekerja membuat burung raksasa palsu bersama dengan rakyatnya.




Selasa, 03 November 2015

LEADERSHIP

LEADERSHIP
(KEPIMPINAN)

 

Psikologi Manajemen

Dosen Pengampu
Ade Irma Suryani



Disusun Oleh Kelompok Melati

Ade Nurul Oktaviana (10513148)
Jojor Lamria (14513665)
Mariska Wisnu Dwipratiwi (15513298)
Widya Anissa Wiranti (19513264)
Yulia Wirantri Farhani (19513549)

Kelas
3PA02







PENDAHULUAN

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau member contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah “melakukannya dalam kerja”. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/instruksi.

Sedangkan pengertian menurut salah satu ahli yaitu Wahjosumidjo, 1987 (dalam Handbook Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007), menjelaskan bahwa butir-butir pengertian dari berbagai kepemimpinan pada hakikatnya memberikan makna:

1.    Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti : kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability).
2.    Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
3.  Kepemimpinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin,  pengikut, dan situasi.

Adapun beberapa teori kepemimpinan partisipatif (participative theory of leadership), diantaranya :
a.       Douglas McGregor (Teori X dan Y)
b.      Teori Rensis Likert (System IV)
c.       Tannenbaum & Schmidt (Theory of Leadership Pattern Choice)
d.      Vroom & Yetton (Leader-Participation Model)
e.       Fiedler (Contingency Theory of Leadership)
f.       Path Goal Theory of Leadership





PEMBAHASAN

DEFINSI LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)

Definisi leadership menurut para ahli:
Wahjosumidjo, 1987 (dalam Handbook Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007), menyatakan bahwa apabila seseorang ingin mempelajari dan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan kepemimpinan, perlu lebih dahulu mengerti dan paham arti atau batasan istilah kepemimpinan.

            Pengertian kepemimpinan yang dikutip oleh Paul Hersey and Blanchart, 1997 dalam bukunya “Management Organizational Behavior” (dalam Handbook Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007)adalah sebagai berikut:

1.      Leadership is the activity of influencing exercised to strive willingly for group objectives (George P. Terry)
2.      Leadership as interpersonal influence exercised in situation an directed, through the communication process, toward the attainment of a specialized goal the goals (Robert T, Irving R. Wischler, Fred Nassarik)
3.      Leadership is influencing people to follow in the achievement of common goal (Harold Koonte and Cyril O’Donnell)

Menurut Hemhiel and Coons (1957) bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama (shared goal). Sedangkan menurut Rauch and Behling (1984) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang di organisasikan ke arah pencapaian tujuan. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs and Jacques, 1990).

Wahjosumidjo, 1987 (dalam Handbook Tim PengembangIlmuPendidikan FIP-UPI, 2007), menjelaskan bahwa butir-butir pengertian dari berbagai kepemimpinan pada hakikatnya memberikan makna:

1.    Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti : kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability).
2.    Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
3.  Kepemimpinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin,  pengikut, dan situasi.

Dalam uraian di atas tentang definisi leadership atau kepemimpinan menurut beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok dalam proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas, proses memberi arti terhadap usaha kolektif, kesuatu tujua atau sasaran yang akan dicapai bersama.







TEORI KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF


 1. Douglas McGregor (Teori X dan Y)
Teori perilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer/pemimpin/organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai/karyawan yaitu teori X atau Y. Teori XY dari Douglas McGregor menyatakan organisasi ada dua golongan individu: individu yang berperilaku TEORI X dan yang berperilaku Y.



1. Teori X 
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.

Individu yang berperilaku teori X punya sifat :
Tak suka dan berusaha menghindari kerja, tak punya ambisi, tak suka tanggung jawab, tak suka memimpin, suka jadi pengikut, memikirkan diri tak memikirkan tujuan organisasi, tak suka perubahan, sering kurang cerdas. Contoh individu dengan teori X : pekerja pembangunan.

Keuntungan Teori X:
-          Karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi
Kelemahan Teori X:
-          Karyawan malas
-          Beperasaan irrasional
-          Tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin

2.      Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengarahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujua kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

Individu yang berperilaku teori Y punya sifat : suka bekerja, commit pada pekerjaan, suka mengambil tanggung jawab, suka memimpin, biasanya orang pintar. Contoh orang dengan teori Y : manajer yang berorientasi pada kinerja.

Keuntungan Teori Y:
-          Pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri,
-          Tanggung jawab
-          Inisiatif tinggi
-          Pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan

Kelemahan Teori Y:
Apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan selalu menuntut kepada perusahaan


B. Teori Rensis Likert (System IV)

Likert (dalam Chitrawanty, 2014) menyatakan bahwa umumnya seorang pemimpin menggunakan empat gaya komunikasi, yaitu :

1.      System I (Authoritarian)
Pemimpin System I ini bersifattask oriented, sangat terstruktur, danotoriter. Hubungan interpersonal tidaklah begitu penting. Pemimpin System I memiliki tingkat kepercayaan yang sangat kecil terhadap bawahannya dan tidak melibatkan mereka di dalam pengambilan keputusan. Bawahan bekerja dengan iklim yang terintimidasi dan rasa takut. Komunikasi hanya berjala nari atasan kebawahan saja mengikuti rantai kepemerintahan.

2.      System II (Controlling)
Pemimpin System II bersifattask oriented, namun juga mengontrol organisasi
atau unit di dalamnya, bersifat sedikit otoriter. Pemimpin merendahkan bawahan
dan walaupun tidak terlalu ketat, ia juga memiliki ketidakpercayaan kepada bawahannya. Bawahan memiliki izin untuk berpendapat pada saat pengambilan keputusan, namun permasalahan organisasi diselesaikan seluruhnya oleh jajaran atas perusahan. Meskipun sebagian besar arus komunikasinya dari atasan kepada bawahan, tetapi beberapa interaksi masih terlihat langsung antara jajaran atas perusahaan dan jajaran bawah perusahaan.

3.      System III (Collaborative)
Pemimpin System III secara terbuka menempatkan keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya. Seorang atasan mengontrol bawahan melalui negosiasi dan kolaborasi. Bawahan memiliki hak untuk berpendapat dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut persoalan kerja mereka. Arus komunikasi mengalir secara relatif dua arah, yaitu dari atasan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan dalam hierarki organisasi.

4.      System IV (Nurturing)
Pemimpin System IV berkonsentrasi pada hubungan baik dengan atasan sekaligus bawahan mereka. Mereka memelihara keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya serta memberi mereka motivasi dan semangat dalam proses pengambilan keputusan di seluruh jajaran perusahaan. Pemimpin System IV tidak menggunakan rasa takut, intimidasi, dan ancaman. Motivasi para pekerja dihasilkan dari partisipasi mereka dalam mencapai target organisasi. Proses pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya bersifat bebas dan sangat terbuka baik dari atasan ,bawahan, juga keduanya.


C.  Tannenbaum & Schmidt (Theory of Leadership Pattern Choice)
Kebutuhan untuk memahami kepemimpinan yang dipertautkan dengan situasi tertentu, pada hakikatnya telah dilakukan dari usaha-usaha penelitian yang terdahulu seperti Universitas Ohio dan dan juga tiga dimensi Reddin.
Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt (dalam Winarni, Modul kepemimpinan IV), mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Mereka menyatakan bahwa pemimpin haruslah mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu gaya kepemimpinan.

Faktor kekuatan tersebut adalah:
1. Faktor pemimpin itu sendiri.
Misalnya pengalamannya, latar belakang pendidikannya, pengetahuan tentang nilai-nilai yang dianut.

2.      Faktor bawahan.
Misalnya seberapa jauh bawahan bisa mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi, keinginan mereka untuk ikut mengambil keputusan, mempunyai kebebasan, pengalaman, dan ketrampilan dalam pekerjaan.
3.      Faktor situasi.
Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dimiliki atau dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik (kekayaanalam, iklim, suhu udara, curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan sosial (jumlah penduduk, gaya hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotong royongan dsb). Lingkungan yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi yang berbeda menuntut penanganan sikap dan tingkahlaku kepemimpinan yang berbeda pula.

 C Vroom &Yetton (Leader-Participation Model)
Leader-Participation Model ditulisoleh Vroom dan Yetton, 1973 (dalam Wawo Runtu, 2003). Model ini melihat teori kepemimpinan yang menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan jumlah peserta pengambil keputusan dalam berbagai keadaan.
Teori Vroom dan Yetton mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan,  karakteristik bawahan, dan factor lingkungan.


 E.  Fiedler (Contingency Theory of Leadership)
Menurut Fiedler, 1967 (dalam Wawo Runtu, 2003), teori atau model kontingensi sering disebut teori situasional karena teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin.

F.  Path Goal Theory of Leadership
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengukur, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentag tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dalam Hendriyadi).

Dasar dari path-goal adalah teori motivasi ekspentasi. Teori awal dari path-goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan spesifik.

Perkembangan awal teori path-goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, supportif, partisipatif,  dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja. Penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha-kerja-imbalan.

Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar diri model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.








SIMPULAN

Kepemimpinan yang dapat disimpulkan dari definisi menurut beberapa para ahli yaitu perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok dalam proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas, proses member arti terhadap usaha kolektif, kesuatu tujuan atau sasaran yang akan dicapai bersama.
Adapun yang dapat disimpulkan dari beberapa teori kepemimpinan partisipatif (participative theory of leadership), diantaranya :

a. Douglas McGregor (Teori X dan Y)
Teori perilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Teori XY dari Douglas McGregor menyatakan organisasi ada dua golongan individu : individu yang berperilaku TEORI X dan yang berperilaku Y.

b. Teori Rensis Likert (System IV)
Likert (dalam Chitrawanty, 2014) menyatakan bahwa umumnya seorang pemimpin menggunakan empat gaya komunikasi.

c. Tannenbaum & Schmidt (Theory of Leadership Pattern Choice)
Kebutuhan untuk memahami kepemimpinan yang dipertautkan dengan situasi tertentu. Mereka menyatakan bahwa pemimpin haruslah mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu gaya kepemimpinan.

d. Vroom & Yetton (Leader-Participation Model)
Teori Vroom dan Yetton mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan, dan factor lingkungan.

e. Fiedler (Contingency Theory of Leadership)
Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompo kefektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin.

f. Path Goal Theory of Leadership
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengukur, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentag tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ( Ivancevich, dalam Hendriyadi).









DAFTAR PUSTAKA


Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Bagian 2 : Ilmu Pendidikan Praktis. PT Imperal Bhakti Utama.


Chitrawanty. (2014). “GAYA KOMUNIKASI PROJECT OFFICER STIEMAHARDIKA SURABAYA”. Jurnal e-Komunikasi. 2 (1), 1-7.


Winarni, Fransisca. Modul Kepemimpinan IV.

Wawo Runtu, Bob. (2003). “DETERMINAN KEPEMIMPINAN”. MAKARA, SOSIAL HUMANIORA. 7 (2), 71-81.


Hendriyadi. (2014). Path Goal Theory of Leadership. Teori Online Personal Paper.
Back to top