Senin, 11 April 2016

Terapi Perilaku (Behavior Therapy)


Sebagai salah satu teknik psikoterapi, terapi perilaku relative masih sangat muda, baru dipergunakan sejak sekitar 30 tahun yang lalu. Menurut Lazarus (1971, 1977), terminology terapi perilaku (behavior therapy) pertama kali dipakai oleh Skinner, Solomon, Lindsley dan Richards pada tahun 1953, namun setelah itu tidak dipergunakan lagi. Pada tahun 1959, Eysenck secara terpisah menggunakan terminologi ini. Dalam kaitan dengan pengubahan perilaku (behavior modification), terdapat dua pendapat mengenai terapi perilaku. Sekelompok ahli mengatakan bahwa keduanya pada dasarnya sama saja (Kanfer & Phillips, 1969), namun kelompok lain (Lazarus, 1971) mengatakan bahwa terapi perilaku biasanya berhubungan dengan metode kondisioning yang berlawanan misalnya, desensitisasi (pengebalan) sistematik dan latihan asertif (assertive training), sedangkan terapi pengubahan perilaku menitik beratkan pada prosedur “aktif”  (operant conditioning). Didalam perkembangannya, terapi perilaku sebagai metode yang dipakai untuk mengubah perilaku atau dalam arti umumnya sebagai salah satu teknik psikoterapi.

Menurut Franks (1969) yang dikutip oleh master (1987) ada tiga hal yang sangat berpengaruh terhadap munculnya terapi perilaku, ialah:

1.      Hasil penelitian dan tulisan dari I.P Pavlov (1927, 1928) mengenai percobaan-percobaan dan hasilnya yang telah dilakukan dengan mempergunakan hewan percobaannya (anjing), yang sekarang dikenal dengan kondisioning klasik.
2.      Hasil penelitian dan tulisan E.L Thorndike mengenai proses belajar dengan hadiah yang menghasilkan hokum efek (law of effect) yang sekarang dikenal dengan conditioning aktif (operant) dan perilaku instrumental.
3.      Hasil penelitian dan tulisan J.B Watson dengan rekan-rekannya yang mengamalkan teknik dasar dari apa yang telah dilakukan oleh Pavlov, diamalkan untuk menghadapi seseorang dengan kelainan kejiwaan.dari Watson & Rayner ini dikenal percobaan klasik mengenai kondisioning operan (operant) atau kondisioning aktif. Terhadap anak bernama Albert kecil (a case of little Albert) yang ketakutan setiap kali mendengar suara keras, diperlihatkan seekor tikus sambil diperdengarkan suara keras, sehingga Albert kemudian takut setiap kali melihat tikus tersebut. Percobaan yang kemudian bervariasi, antara perangsangan yang diberikan dan jawaban yang diharapkan akan muncul, termasuk menghilangkan ketakutan karena jenis perangsangnnya lain dan dilakukan pembiasaan.


Menurut Corey (1991) terdiri dari tiga tahap :

  1.  Tahap pertama adalah kondisioning klasik pada mana perilaku yang baru, dihasilkan dari individu secara pasif.Tokoh-tokoh pada kelompok ini ialah : Science and Humand Behavior (1952); A. Lazarus terkenal dengan Behavior Therapy and Beyond (1971) dan Eysenck dengan : Behavior Therapy and the Neurosis (1962).
  2. Tahap kedua adalah tahap kondisioning aktif (operant), dimana perubahan-perubahan dilingkungan yang terjadi akibat sesuatu perilaku, bisa berfungsi sebagai penguat ulang (reinforcer) agar sesuatu perilaku bisa terus diperhatikan, sehingga kemungkinan perilaku tersebut akan diperlihatkan terus dan semakin diperkuat. Sebaliknya jika lingkungan tidak menghasilkan sesuatu penguat ulang, harapan untuk memperlihatkan kembali perilakunya berkkurang. Tokoh utama pada tahap kesua ini adalah Skinner.
  3. Tahap ketiga adalah tahap kognitif, sebagaimana diketahui bahwa munculnya terapi perilakudengan ciri-ciri khas yang bertentangan dengan pendekatan psikoanalisis, psikodinamik, mengesampingkan konsep berpikir, konsep sikap dan konsep nilai. Namun ternyata terjadi perubahanpada sekitar tahun 70-an ketika peranan berfikir (kognisi) diperlihatkan dan ikut berperan, baik dalam proses pemahaman maupun perlakuan terhadap pasien



Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. 

Client Centered Therapy

Carl  R. Rogers mengembangkan terapi clien centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ terapi client centered merupakan tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner  dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti  terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas.  Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.18 Jadi terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.


  • Konsep Teori Kepribadian dalam Terapi Client- Centered


Rogers sebenarnya tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan perihatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting dari pada karakteristik kepribadian itu sendiri. Namun demikian, karena dalam proses konseling selalu memperhatikan perubahan- perubahan kepribadian, maka atas dasar pengalaman klinisnya Rogers memiliki pandangan- pandangan khusus mengenai kepribadian, yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkan asumsi- asumsinya terhadap proses konseling. Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus- menerus antara organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:

1. Kecenderungan Mengaktualisasi
  Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya. 

2. Penghargaan Positif Dari Orang Lain
  Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan social yang sangat berpengaruh adalah orang- orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain. 

3. Person yang Berfungsi Utuh
  Individu yang terpenuhi kekbutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik.


  • Ciri- ciri terapi Client- Centered


  Ciri- ciri konseling berpusat pada person sebagai berikut:
1. Focus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan
terpecahnya masalah
2. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek
3. Masa kini lebih banyak diperhatikakn dari pada masa lalu
4. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling
5. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan
keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya
6. Hubungan konselor dank lien merupakan situasi pengalaman terapetik
yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan
mandiri.
7. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor
bersifat pasif.


  • Tekhnik terapi Client- Centered


  Secara garis besar tekhnik terapi Client- Centered yakni:
a) Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang
merealisasikan segala kondisi.
b) Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang
menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
c) Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh
perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan
mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan
perilakunya
Back to top