Seperti
kesehatan fisik, kesehatan mental merupakan aspek yang sangat penting bagi
setiap fase kehidupan manusia. Kesehatan mental terkadang mengalami siklus baik
dan buruk. Setiap orang, dalam hidupnya mengalami kedua sisi tersebut. Kadang
mentalnya sehat, terkadang sebaliknya. Pada saat mengalami masalah kesehatan
mental, seseorang membutuhkan pertolongan orang lain untuk mengatasi masalah
yang dihadapinya. Kesalahan mental dapat memberikan dampak terhadap kehidupan
sehari-hari atau masa depan seseorang, termasuk anak-anak dan remaja. Merawat
dan melindungi keshatan mental anak-anak merupakan aspek yang sangat penting,
yang dapat membantu perkembangan anak yang lebih baik di masa depan.
·
Sejarah
kesehatan mental
1.
Masa Animisme
Sejak
zaman dulu, sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam
konsep primitif animisme. Ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai
oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitif percaya bahwa angin bertiup, ombak
mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal
dalam benda-benda tersebut. Orang Yunani percaya bahwa gangguan
mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari
kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra
dari korban3yang mereka persembahkan. Praktik-praktik semacam tersebut
berlangsung mulai dari abad 7-5 SM. Setelah kemunculan naturalisme, maka
praktik semacam itupun kian berkurang, walaupun kepercayaan tentang penyakit
mental tersebut berasal dari roh-roh jahat tetap bertahan sampai abad
pertengahan.
2. Kemunculan Naturalisme
Perubahan
sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia
dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu
dengan menggunakan pendekatan ”Naturalisme”. Aliran ini berpendapat bahwa
gangguan mentalatau fisik merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak
pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia menyatakan:
”Jika Anda memotong batok kepala, maka Anda akan menemukan otak yang basah, dan
memicu bau yang amis, tetapi Anda tidak akan melihat roh, dewa atau hantu yang
melukai badan Anda.” Ide naturalistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen,
seorang tabib dalam lapangan pekerjaan pemeriksaan atau pembedahan hewan. Dalam
perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak dipergunakan lagi
di kalangan orang-orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe
Pinel(1745-1826) menggunakan filasafat politik dan sosial yang baru untuk
memecahkan problem penyakit mental. Dia telah terpilih menjadi kepala Rumah
Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, para pasiennya (yang maniak)
dirantai, diikat di tembok dan di tempat tidur. Para pasien yang telah dirantai
selama 20 tahun atau lebih karena dipandang sangat berbahaya dibawa jalan-jalan
di sekitar rumah sakit. Akhirnya, di antara mereka banyak yang berhasil. Mereka
tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya
sendiri.
KESEHATAN MENTAL ERA MODERN
Perubahan
yang sangat berarti dalam sikap dan pengobatan gangguan mental, yaitu dari
animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah),
terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika
Serikat, yaitu pada tahun 1783. Ketika itu, Benyamin Rush (1745-1813) menjadi
anggota staff medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini, ada 24
pasien yang dianggap sebagai lunatics(orang-orang gila atau sakit ingatan).
Pada waktu itu, sedikit sekali pengetahuan tentang penyakit kegilaan tersebut,
dan kurang mengetahui cara menyembuhkannya. Sebagai akibatnya, pasien-pasien
tersebut didukung dalam sel yang kurang sekali alat ventilasinya, dan mereka
sekali-sekali diguyur dengan air. Rush melakukan usaha yang sangat berguna
untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut. Cara yang
ditempuhnya adalah dengan melalui penulisan artikel-artikel dalam koran,
ceramah, dan pertemuan-pertemuan lainnya.
Akhirnya, setelah usaha itu dilakukan (selama 13tahun), yaitu pada tahun 1796, di rumah mental, ruangan ini dibedakan untuk pasien wanita dan pria. Secara berkesenimbungan, Rush mengadakan pengobatan kepada para pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan. Perkembangan psikologi abnormal dan pskiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya ”mental hygiene” yang berkembang menjadi suatu ”Body of Knowledge”beserta gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli, terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dixdan Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah. Dorthea Lynde Dix lahir pada tahun 1802 dan meninggal dunia tanggal 17 Juli 1887. Dia adalah seorang guru sekolah di Massachussets, yang menaruh perhatian terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Sebagian perintis (pioneer), selama 40 tahun, dia berjuang untuk memberikan pengorbanan terhadap orang-orang gila secara lebih manusiawi.
· Konsep kesehatan mental
Adanya
penelitian yang menggali dan terkait dengan konsep sehat dan sakit dalam
aplikasi yang luas ternyata bukan sekedar menyangkutkondisi berdasarkan
pengukuran biomedis. Secara sederhana ada konsep disease yang dimaksud sebagai
adanya gangguan atau ketidakteraturan pada anatomi tubuh atau fisik. Fakta
bahwa sehat dan sakit juga mengarah pada adanya keragaman batasan pada
masing-masing individu akibat pengaruh konstruk social dan budaya dalam
lingkungannya. Dengan demikian konsep disease menjadi sesuatu yang berbeda
dengan illness yang terstruktur oleh budaya, berdasarkan pengalaman perorangan
dalam mengartikan dan mengalami kondisi tidaknyaman tubuhnya. Ada orang atau
masyarakat yang membatasi pada pengalaman somatic, yang lain pada disfungsi
mental, dan pada gilirannya aspek social, emosional dan kognitif menjadi
aspek-aspek yang tidak terpisahkan bahkan saling tumpang tindih . ini bisa
menjadi kritik utama atas dikotomi disease-illness, yaitu adanya kondisi
dikotomi tubuh-pikiran yang tidak tersentuh oleh bidang biomedis. Disease
berakar pada kondisi sakit tubuh sehingga dianggap bersifat riil, kongkret,
ilmiah dan obyektif, ,sebaliknya illness merupakan sakit yang berakar pada
pikiran sehingga dianggap masuk dalam kategori subyektif.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Pada masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu naturalistikdan personalistik. Penyebab bersifat naturalistic yaitu seorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan pada konsep panas-dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Dalam perspektif lain sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman , dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep personalitik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk manusia (tukang sihir, tukang tunung).
Pernyataan
pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam perspektif naturalistic antara lain
terlihat pada tradisiklasik yunani, india mcina, yang menunjukan model
keseimbangan (equilibrum model) seseorang yang dianggap sehat apabila
unsure-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda, dosha,
yin dan yang.
Dengan
demikian menjadi sangat jelas bahwa konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak
terlalu mutlak dan universal karena ada factor-faktor lain diluar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama factor social budaya.
·
Perbedaan
kesehatan mental barat & timur
Pendekatan
psikologi-psikologi Asia didasarkan pada introspeksi dan pemeriksaan diri
sendiri yang menuntut banyak energi, berbeda dengan psikologi-psikologi Barat
yang lebih bersandar pada observasi tingkah laku. Setiap kutipan oleh Gardner dan Louis Murphy (1968) dari kitab-kitab suci Asia, memberikan semacam wawasan
psikologis, baik suatu pandangan tentang bagaimana jiwa bekerja, suatu teori
kepribadian, ataupun suatu model motivasi. Kendati mengakui adanya
perbedaan-perbedaan diantara psikologi-psikologi Asia tersebut, namun mereka
menyimpulkan bahwa psikologi-psikologi itu pada hakikatnya merupakan suatu
reaksi terhadap kehidupan yang dilihat sebagai penuh dengan penderitaan dan
kekecewaan.
Alan Watts dalam ”Psychotherapy East and West” (1961) mengakui bahwa apa yang disebutnya “cara-cara pembebasan Timur” adalah mirip dengan psikoterapi Barat, yakni bahwa keduanya bertujuan mengubah perasaan-perasaan orang terhadap dirinya sendiri serta hubungannya dengan orang-orang lain dan dunia alam. Sebagian besar terapi-terapi Barat menangani orang- orang yang mengalami gangguan; sedangkan disiplin-disiplin Timur menangani orang-orang yang normal dan memilih penyesuaian sosial yang baik.
Robert Ornstein, mempunyai minat terhadap psikologi timur merupakan hasil perkembangan dari penelitiannya tentang fungsi – fungsi berbeda dari masing-masing belahan otak. Ia juga mencata bahwa kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Barat lebih menyukai cara pengetahuan belahan kiri dengan akibat merugikan perkembangan belahan kanan.
Sebenarnya tidak banyak perbedaan antara konsep kesehatan mental Barat dengan Timur mengingat bahwa konsep kesehatan mental itu sendiri sama dalam referensi mana saja. Mungkin yang paling bisa kita lihat perbedaannya adalah dari segi mana masyarakat Barat menggunakan konsepnya (mereka lebih individualis, memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk mengatur taraf kesehatan mentalnya) mengenai kesehatan dan bagaimana dengan masyarakat Timur.
Daftar pustaka
-
Aditiyawarman, I, (2010). Sejarah Perkembangan
Gerakan Kesehatan Mental, KOMUNIKA.4 No.1 Januari-Juni. pp.91-110
-
Hidayati Salisa , H, (2011) . Komunikasi
Kesehatan : Perlunya Multidisipliner Dalam Ilmu Komunikasi, Jurnal Ilmu
Komunikasi .vol. 1, No2 ISSN:2088-981X
-
O’Neill, M., (2010). Cultural attendance and public
mental health – from research to practice.Journal of public mental
health, 9 issue 4, 22-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar